Di bawah tenda ungu berkumpul dara-dara jelita, muda, dan berhijab. Mantap, saya menyusun
langkah menyeberangi aspal geram Abdul Hadi, Sabtu yang panas, 30 Maret 2013.
Saya melempar pandang sejenak begitu ujung pantofel saya menyentuh bibir jalan,
menangkap beberapa perempuan belia dengan rona sumringah. Puluhan jumlah mereka,
jumlah yang di menit keduapuluh saya di sana semakin membuncit hitungannya.
Oleh : Setiawan Chogah
BB saya bergetar, sebuah panggilan masuk.
“Wan...”
“Ya, Kak. saya ada di belakang,” saya memotong sapaan
laki-laki yang genap dua bulan saya anggap kakak, pun begitu dengan dia,
menyebut saya sebagai adiknya. Kak Irvan.
“Iya, tau. Duduk di depan aja.”
Sehari sebelumnya, Kak Irvan meminta saya untuk datang di
acara Workshop Tata Cara Menggunakan Hijab yang diselenggarakan oleh Rumah
Kerudung, di Kebon Jahe, Serang.
Usai menyalami Kak Irvan, saya undur diri kembali ke
belakang, menunaikan tugas jurnalistik saya.
***
Mbak Aning, pemilik Rumah Kerudung menyampaikan
sambutannya ketika saya usai mengambil beberapa foto.
“Rumah Kerudung hadir untuk menginspirasi wanita di Serang
khususnya untuk tetap tampil cantik, anggun, dan islami dengan hijab,” ujarnya
di hadapan peserta yang hadir.
Rumah Kerudung sendiri merupakan galeri hijab yang di acara
workshop ini resmi di-launching dengan dihadiri puluhan dara-dara
anggun yang tadi saya saksikan. Peserta yang datang rata-rata anak muda;
siswi-siswi dari sejumlah sekolah di Serang.
“Kenapa memilih nama Rumah Kerudung, Mbak?” tanya saya usai
Mbak Aning memberi sambutan.
“Rumah Kerudung berarti di sinilah tempatnya kerudung, Mas.
Jadi setiap orang yang ingin mencari kerudung, mereka akan ingat Rumah
Kerudung.”
“Apa Rumah Kerudung hanya menyediakan kerudung saja?”
“Ooo, gak juga, memang produk utama kita adalah kerudung dan
segala pernak-perniknya, tapi kita juga menyediakan busana muslimah, baju koko,
dan pakaian anak-anak.”
Mbak Aning menceritakan, Rumah Kerudung merupakan
perwujudan dari impiannya selama ini untuk punya bisnis. Saya menyulam senyum
ketika ibu dua anak itu menjelaskan alasannya untuk memilih bisnis kerudung.
“Di Rumah Kerudung saya bukan sekadar jualan, Mas. Tapi mudah-mudahan niat
syiarnya juga kesampaian. Dengan adanya Rumah Kerudung, saya mencoba
menginspirasi teman-teman dan adik-adik yang belum berhijab tertarik untuk
menggunakan hijab,” tuturnya dengan mata berbinar.
“Pernah punya bisnis sebelumnya?”
“Belum sih, Mas. Saya karyawan, begitupun dengan suami. Ya,
ini hanya sebagai sampingan, seperti yang saya katakan tadi, jualan sambil
dakwah. Hehehe.”
Dalam pembukaan galeri kerudungnya, Mbak Aning memang sengaja
mengundang Hijab Banten Community untuk memperagakan tata cara
mengunakan hijab yang menarik dan tetap modis dengan syar’i.
***
Dalam workshop ini, Kak Irvan dari Banten Muda diminta
untuk menyampaikan materi tentang entrepreneurship. Saya menyimak dengan
seksama.
“Ibu Aning dan suaminya ini adalah teman saya di tempat
kerja. Dia pernah bilang ke saya untuk buka usaha, tapi katanya masih ragu.
Padahal keragu-raguan itu tidak akan pernah menjawab keinginan, kan? Yang
penting bertindak, ikhtiar dulu, baru keinginan itu akan terjawab.”
Kak Irvan memberi contoh toko hape di Royal. Di kawasan
Kantin itu berjajar puluhan konter hape dengan produk yang sama, tapi tidak ada
yang bangkrut karena alasan tidak ada pembeli. Keberanianlah yang dibutuhkan
untuk mewujudkan sebuah keinginan, bukan keragu-raguan.
“Saya pernah baca sebuah kisah tentang tiga orang penumpang yang
duduk berdampingan di dalam pesawat. Dalam perjalan, tiba-tiba seekor lalat
terbang dan hinggap dipundak orang pertama, otomatis dia menepuknya. Lalat itu
terbang dan hinggap di pundak orang kedua, hal yang sama pun dilakukannya,
mengusir lalat tadi. Lalat itu terbang dan hinggap di orang ketiga. Tau apa
yang dilakukan oleh orang ketiga ini?”
Saya menahan napas, menunggu Kak Irvan melanjutkan ceritanya.
“... orang ketiga ini menangkap lalat tadi dan memakannya.”
Peserta yang hadir mergidik serentak. Jijik.
“Tak lama, seekor lalat yang lain terbang dan hinggap di
pundak orang pertama. Dia kembali menepuk lalat tersebut yang kemudian hinggap
di pundak orang kedua. Diluar dugaan, orang kedua ini tidak menepuk pundaknya
melainkan menangkap lalat itu dan langsung melihat kea rah orang ketiga sambil
berkata: “Anda mau beli lalat? Saya jual duaribu saja!.”
Tawa pecah. Pun saya. Cerita lalat mengungkapkan bahwa selain
keberanian, berbisnis berarti juga harus pandai memanfaatkan peluang. “Orang
kedua tadi adalah seorang entrepreneur, dia bisa melihat apa yang disebut
sebagai peluang, persediaan dan permintaaan; serta memanfaatkannya. Orang kedua
ini membuat lalat yang sejatinya menjijikkan jadi memiliki nilai jual setelah
penumpang kedua melihat peluang di orang di sebelahnya yang memakan lalat.”
Cerita lalat dan workshop tata cara menggunakan hijab ataupun
launching Rumah Kerudung tentulah hal yang bebeda. Tapi cerita lalat
menginspirasi peserta yang hadir untuk berani mewujudkan mimpi mereka. Seperti
halnya Mbak Aning yang akhirnya memantapkan niatnya untuk memiliki usaha.
***