(Proses Kreatif Penulisan buku ‘Demokrasi,
Islam dan Kebantenan’)
Buat saya Membaca buku Demokrasi, Islam dan Kebantenan karya
Ali Faisal ini seperti menikmati Martabak Keju Kacang buatan Assen, ia memiliki
berbagai cita rasa mulai dari yang manis, asin dan juga gurih. Isi buku ini banyak diwarnai oleh kegelisahan-kegelisahan
Kang Ali Faisal melihat berbagai fenomena sosial politik yang berkembang saat itu.
Produktifitasnya dalam memberikan gagasan-gagasan yang terserak di berbagai media
cetak membuat kami tergerak untuk mengumpulkannya dalam sebuah buku. Walaupun
didalamnya masih ada editing yang kurang rapih tetapi tulisan demi tulisannya
yang inspiratif membuat buku ini tetap nikmat dibaca senikmat Martabak Assen
yang Keju dan Kacangnya berceceran dimana-mana.
Oleh : Irvan Hq
Saya masih ingat
betul beberapa tahun silam satu kotak Martabak Assen rasa Keju Kacang inilah yang menjadi tanda dimulainya
persahabatan saya dengan Kang Ali Faisal. Saat itu saya dan Kang Ali Faisal
masih sama-sama susah, bedanya kalau Kang Ali Faisal waktu itu sedang susah,
sedangkan saya sangat-sangat susah. Bagi saya Kang Ali Faisal adalah seorang
filsuf karena belakangan saya baru tahu ternyata martabak yang saya terima
tidak sekadar martabak tetapi ada makna yang hendak disampaikan. Keunikan
martabak yang selalu disajikan dengan cara melipatnya menjadi dua sehingga
berbentuk setengah lingkaran dan dipotong-potong menandakan makanan ini
disiapkan untuk dimakan bersama-sama. Memang dibagi atau dimakan sendiri
kenyangnya akan sama tetapi apabila martabak itu dibagi kita akan mendapatkan
nilai kebaikan. Begitu juga dengan aneka rasa dari makanan ini mewakili
kehidupan baik suka maupun duka, dihibur dan disakiti, diperhatikan dan
dikecewakan, didengar dan diabaikan, dibantu dan ditolak serta berbagai
pengalaman lainnya.
Kemudian
panjangnya proses pembuatan martabak juga sepertinya hendak menggambarkan bahwa
tidak ada cara instan untuk menjadi penulis, semuanya butuh proses, diawali
dengan menulis, menulis dan terus menulis. Saya masih ingat ketika Kang Ali
Faisal berbicara di Baraya TV beberapa waktu yang lalu bahwa kalau mau menulis,
menulis saja sampai selesai, jangan dibaca-baca dulu, apalagi sampai di
edit-edit, selesaikan dahulu baru kemudian dibaca ulang dan diperbaiki sehingga
kita mendapatkan gagasan yang genuine,
karena menulis itu bagaimana menuangkan gagasan kita dalam konsepsi tulisan.
Kemampuan Kang
Ali Faisal menuangkan gagasan-gagasan ke dalam tulisan tidak terlepas dari
aktifitasnya di berbagai organisasi sejak bangku SMU, kemudian berlanjut
menjadi pengurus Korps Palang Merah Indonesia (PMI), Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI), Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Tirtayasa (Kamayasa), Ketua Presidium
Pergerakan Mahasiswa Banten, Wakil Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Hukum
Unpas, Assisten Jendral Pengurus Pusat Ikatan Senat Mahasiswa Hukum
se-Indonesia dan Ketua Umum Forum Komunikasi Tenaga Sukarela.
Ternyata aktif di
kepengurusan DPD KNPI Kota Serang mempertemukan saya dengan Kang Ali Faisal, chemistry
langsung muncul diantara kami berdua. Kami pun bahu membahu menjalankan roda
organisasi, bahkan saya pun sempat membantu Kang Ali Faisal memperjuangkan
berdirinya Majelis Sinergi Kalam (Masika) Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia
di Provinsi Banten. Selain itu Kang Ali aktif juga di Ketua Bidang Advokasi
Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (APTISI), pengurus Forum Silaturahmi Pondok
Pesantren (FSPP) dan Wakil Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Serang.
Pada tahun 2011 Keterbatasan Media Lokal dalam menampung aspirasi
dan gagasan-gagasan Kang Ali Faisal akhirnya tersalurkan sudah setelah saya dan
beberapa kawan menerbitkan tabloid dbuzz dengan segmentasi para executive muda
Banten. Di hampir setiap terbitan saya memberikan kesempatan Kang Ali Faisal
untuk menuliskan gagasan dan pemikirannya, tentu saja tulisan-tulisan tersebut
disesuaikan denga tema. Hanya saja sayang tabloid ini hanya bertahan enam edisi
karena konflik kepentingan para pemiliknya menjelang Pilakada Provinsi Banten.
Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama karena setelah
pilkada selesai saya kembali menghidupkan tabloid Banten Muda sampai dengan
sekarang. Kang Ali Faisal dengan leluasa dapat menyalurkan semua ide dan
gagasannya dalam sebuah konsepsi tulisan di tabloid Banten Muda. Ada hal unik
dari Kang Ali Faisal ini, yang pertama saya sering kerepotan ketika meminta beliau
menulis sebanyak 3 halaman, kemudian mendekati deadline Kang Ali Faisal
mengirimkan 15 halaman dan dengan enteng berkata kepada saya, “Kang tolong
diedit sendiri saja ya” Bisa dibayangkan saya harus mengedit tulisan Kang Ali
Faisal dari 15 halaman menjadi tiga halaman. Sudah begitu karena semua isi
tulisannya bagus dan menarik, saya bertambah bingung karena tidak ada bagian
yang bisa saya potong. Belum lagi saya harus sering-sering bertanya kepada Mbah
Google, karena kata-kata atau kalimat yang digunakan masih asing di telinga
saya.
Dari diskusi saya, Kang Ali Faisal dan beberapa sahabat akhirnya tercetus ide untuk mengumpulkan
tulisan-tulisan Kang Ali Faisal kedalam sebuah buku. Seperti sudah ada yang
mengatur, setelah niatan itu kemudian tidak lama ada peluang dari Dinas
Pendidikan untuk menerbitkan buku dan Alhamdulillah buku Kang Ali Faisal ini
terpilih menjadi salah satu buku yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan. Harus
diakui ada kesan buku ini kurang dipersiapkan dengan baik karena walaupun
dikelompokan ternyata kurang terlihat benang merah antara satu tulisan dengan
tulisan yang lain, kemudian dari sisi editing juga nampak kurang teliti
terutama pada pemenggalan kata, efektifitas penggunaan kata dalam satu
paragraph dan memindai kata yang tidak perlu serta memperbaiki rangkaian kata
yang terkesan berbelit-belit. Satu-satunya alasan saya adalah keterbatasan
waktu dan tentu saja keterbatasan saya sebagai penyunting buku tersebut.
Terlepas dari itu semua bahwa terbitnya Buku ‘Demokrasi, Islam dan Kebantenan’ merupakan
langkah awal dari kami bagaimana membangkitkan semangat dan keberanian penulis
untuk membukukan tulisannya sehingga konsepsi gagasan yang selama ini terserak
bisa diketahui masyarakat luas dan bermanfaat bagi kemajuan Provinsi Banten
kearah yang lebih baik. Dan saya tetap yakin tulisan demi tulisannya yang
inspiratif membuat buku ini tetap nikmat dibaca senikmat Martabak Assen yang
Keju dan Kacangnya berceceran dimana-mana. ***