Gerbang subuh di Sabtu yang dingin baru saja dibuka,
ketika saya kembali membungkus tubuh ceking saya dengan selimut di kamar 2 x 3
saya di Bhayangkara. Saya lebih senang menyebutnya sebagai perpustakaan pribadi
saya, di ruangan itulah saya menghabiskan kesendirian saya bersama buku-buku
dan majalah, sekadar mengilangkan gigil yang disisakan bekas air wudhu, Sabtu,
16 Maret 2013.
Oleh :
Setiawan Chogah
Sejujurnya saya
selalu bersuka cita menyambut weekend, walaupun sampai saat ini saya
masih berstatus mahasiswa dan jurnalis freelance untuk Banten Muda, tapi
moment weekend masih berkesan mahal bagi saya bila dihabiskan dengan
‘bekerja’.
Saya masih memejamkan mata saya ketika sebuah getaran dan
suara nyaring datang dari Blackrerry tua saya. Sebuah ping! Belum
genap dua detik, ponsel saya kembali ‘berisik’, setengah dongkol saya meraih
dan mengintip sedikit ke layar touchsreen yang berkedip memamerkan
gelembung merah di icon massanger bawaan produk RIM itu. Satu
kali klik, sederet pesan singkat dari Bemby terpampang, “Chog, mau ikut liputan
ke Ciruas, gak? Kalo iya gue jemput sekarang.” Saya tidak langsung membalas,
pagi itu malas begitu menguasai saya, rasanya masih ingin berleha-leha di ruang
sempit itu bersama selimut kain panjang yang setia menemani saya selama di
Bhayangkara.
Tapi BBM dari Bemby sukses mengganggu ritual ‘mewah’ saya
pagi itu. Membaca kata Ciruas, seketika saya menjadi kangen dengan kota kecil
itu. Kota yang pernah saya lewati selama 5 semester, saban hari, bolak-balik
kuliah dari Walantaka ke Cilegon, 2010-2012. Tiba-tiba, saya seperti kedatangan energi gaib
yang menuntun jari-jari saya menari di layar sentuh ponsel tua saya, membalas
BBM Bemby. “Oke, gue di Bhayangkara, ya.”
***
Seperti sebuah perjalanan ke masa lalu, ketika saya dan Bemby
‘nangkring’ di matic kepunyaan sahabat seprofesi saya itu. Bemby adalah
wartawan harian di RadarBanten.com. Selama satu minggu ini, dia adalah
orang yang paling dekat dengan saya. Sejujurnya saya tidak bisa mengendarai
motor, banyak cerita dari efek traumatis yang membuat saya selalu gemetaran
setiap kali memegang stang motor.
Suasana hijau, asri, ditingkah kehebohan para abege
menyambut kedatangan saya dan Bemby di gerbang SMAN 1 Ciruas, Kabupaten Serang.
Melewati pos penjagaan, kami langsung masuk menemui stand penerima tamu
di gang kecil yang memisahkan halaman depan dengan lapangan sekolah. “Pagi,
Pak, saya Bamby dari Radar Banten, dan ini teman saya dari Banten
Muda,” Bemby memborong sekaligus jatah perkenalan. Saya hanya tersenyum
sembari menyalami dua orang guru di stand itu.
Usai basa-basi perkenalan, kami langsung menuntaskan tugas
jurnalisme kami sebagai wartawan. Memasuki lapangan SMANCIR, sebuah panggung
dan anak-anak SMA yang menari mengikuti irama musik yang dibawakan teman-teman
mereka menjadi pemandangan asyik pagi itu. OSIS SMAN 1 Ciruas tengah menggelar
acara yang bertajuk Sekolah Hijau Lestari dengan Sejuta Pohon. Sebuah
gerakan positif dari junior-junior saya yang sukses membuat saya
terkagum-kagum. Saya langsung
mengeluarkan pocket camera saya dan mengambil beberapa foto, lalu kami
disambut oleh Fauzul Imam, sang ketua pelaksana acara tahunan SMANCIR ini.
“Acara ini sebenarnya hanyalah bentuk sosialisasi
penyelamatan bumi aja, Kak. Cuma dikemas dalam bentuk acara yang seru,” ujar
Imam ketika kami telah duduk di teras sebuah kelas.
Ada 27 kelas yang ikut memamerkan kreativitas mereka dalam
membuat produk-produk daur ulang seperti payung, kalung, tudung saji, dan asesori
khas anak muda lainnya.
Saya tersenyum begitu seorang siswi dengan mahkota daun lewat
di depan kami. “Itu tadi habis ikut fashion show, Kak,” Iman rupanya
menyadari perhatian saya yang sempat pindah ke teman satu sekolahnya.
Selain pameran produk daur ulang, teman-teman OSIS juga
menggelar lomba fahion show dengan busana ramah lingkungan. Saya
berdecak kagum. “Kami juga ada lomba kreativitas menghias kelas dengan konsep go
green.” Saya menyipitkan mata belo saya, penasaran seperti apa lomba itu.
Imam mengajak kami ke salah satu kelas yang sudah melewati
proses penilaian dari tim juri. Tanpa henti menyulam senyum salut, saya
menerawangi kelas asri yang kami masuki. “Selain untuk menciptakan suasana
bersih dan sehat, lomba ini juga bertujuan untuk menghidupkan suasana belajar
yang nyaman,” imbuh Imam kemudian.
Sekitar 15 menit, saya, Bemby, dan Imam ngobrol santai
seputar event yang diadakan sekolah mereka. “Bisa wawancara ketosnya,
nggak?” saya berujar. Satu menit kemudian, Doni Ramadani, Ketua OSIS SMAN 1
Ciruas sudah bergabung bersama kami.
“Acara ini sebenarnya untuk membuat teman-teman sadar akan
kebersihan lingkungan, Kak. Kalau dibuat dalam acara seminar atau workshop,
teman-teman biasanya bosan. Makanya OSIS menggelarnya dalam bentuk pameran,
lomba busana, dan ada panggung musiknya. Anak muda bangetlah, Kak,” cerita Doni
membuat saya tertawa.
Satu jam kami habiskan ngobrol seputar event Go Green yang
menjadi tema besar acaranyanya teman-teman SMANCIR. Sebuah acara yang keren
menurut saya. Sangat keren! Mereka mampu mengemas sebuah pesan penyelamatan
bumi secara soft dan ‘mereka banget’. Salut! Semoga ada jutaan
kurcaci-kurcai abu-abu lainnya di negeri tercinta ini yang peduli pada
kelangsungan kehidupan di bumi. Kehidupan hijau yang nantinya bisa diwariskan
pada beberapa generasi mendatang. ***