Berdagang di mobil memang bukan hal baru. Namun, bukan berarti tak layak
dicoba. Tak perlu gengsi memakai mobil sendiri karena terbukti lebih praktis
dan untungnya juga tak sedikit.Di zaman serba susah ini, kita harus pintar
mencari celah untuk bertahan hidup.
Sejalan
dengan apa yang dikatakan orang bijak, "Banyak jalan menuju Roma",
begitu pula dengan ragam peluang mereguk rezeki. Salah satunya adalah dengan
berdagang. Kalau modal masih belum mencukupi untuk menyewa rumah toko (ruko)
atau membuat kios (dari warung hingga kaki lima), mobil pribadi pun bisa
dikaryakan.
Fenomena itu
pun sampai di kota Serang, seperti halnya tampak di area alun-alun kota Serang,
di sepanjang jalan diramaikan oleh moko yang menjual beragam produk, mulai dari
penganan ringan sampai kaos dan sandal. Riuh ramai transaksi antara pedagang dan pembeli di mobil toko (moko),
tak kalah serunya jika dibandingkan dengan yang terjadi di lapak-lapak lainnya.
Kalau
ditelisik lebih jauh, orientasi pengguna Moko ini disebabkan karena mobilitas
yang tinggi dan omzet yang besar dan untung optimal. Serta menyiasati mahalnya
biaya sewa ruko ataupun lapak. Setidaknya jikalau mereka berjualan memakai
Moko, mereka cukup bayar uang retribusi parkir.
Seperti
diakui oleh Sofi, general reseller keripik Maicih yang sudah membuka mokonya di
alun-alun sekitar 2 tahun lalu. Dia mengaku bahwa omzet perharinya rata-rata
sekitar 1-1.5 juta. Dipilihnya alun-alun dengan pertimbangan disana adalah tempat
beraktifitas banyak orang. Lain lagi dengan Andri, penjual sandal/sepatu Crocs
yang memilih media usaha tersebut lebih karena ketiadaan modal untuk biaya sewa
tempat.

Ditemui di
lokasi yang sama, Kasie Tata Pemerintahan Kota Baru, Fery Hendrayana, ST, M.Si
menilai bahwa usaha-usaha yang dilakukan di atas Moko tersebut memiliki nilai
positif bagi pelaku ataupun masyarakat. “Dengan adanya Moko, masyarakat
diberikan pilihan wisata belanja. Tidak terbatas di mall atau pasar
tradisional.” Ungkapnya. Diperbolehkannya para pengusaha Moko ini oleh pihak
Kota Serang disertai dengan syarat agar para pelaku tidak merusak keindahan
tata kota dan mengganggu kenyamanan masyarakat.
“kami mencoba memfungsikan alun-alun sebagai mana
mestinya, yaitu tempat beraktifitas masyarakat, termasuk transaksi jual beli
(usaha-red)” tambahnya. []